BERSAMA KITA BISA*** TOGETHER WE CAN

Selasa, 25 Agustus 2020

Persyaratan Pengajuan Gugatan/Permohonan

 

Persyaratan Pengajuan Gugatan/Permohonan

Dispensasi Nikah

SYARAT PENGAJUAN DISPENSASI NIKAH

  1. Surat penolakan dari KUA
  2. Surat keterangan pemberitahuan adanya halangan / kekurangan persyaratan nikah dari KUA
  3. Satu (1) lembar foto copy KTP Pemohon (Suami & Istri) yang dimateraikan Rp 6.000,-
  4. Foto copy KK (Kartu Keluarga) Pemohon dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  5. Satu (1) lembar foto copy akta nikah / duplikat kutipan akta nikah Pemohon yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar dan menunjukkan yang asli
  6. Satu (1) lembar foto copy KTP calon suami folio 1 muka (atas bawah) tidak boleh dipotong, yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  7. Satu (1) lembar foto copy KTP calon istri folio 1 muka (atas bawah) tidak boleh dipotong, yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  8. Satu (1) lembar foto copy akta kelahiran calon suami yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  9. Satu (1) lembar foto copy akta kelahiran calon istri yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  10. Satu (1) lembar foto copy akta nikah orang tua calon dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  11. Surat keterangan kehamilan dari Dokter / Bidan (Bagi yang hamil)
  12. Surat keteranga status dari Kelurahan / Desa
  13. Membayar biaya panjar perkara

SYARAT PENGAJUAN CERAI GUGAT/CERAI TALAK

  1. Asli kutipan akta nikah / duplikat akta nikah
  2. Foto copy akta nikah / duplikat kutipan akta nikah, 1 lembar dan dimateraikan Rp 6.000,- distempel dan tanda tangan (NAZEGELEN) Kantor Pos Besar
  3. Foto copy KTP, Pemohon 1 lembar folio (tidak boleh dipotong) dan dimateraikan Rp 6.000,- distempel dan tanda tangan (NAZEGELEN) Kantor Pos Besar
  4. Surat Ijin Atasan (bagi PNS/TNI/POLRI/BUMN)
  5. Untuk suami / istri yang tidak jelas alamatnya harus melampirkan surat keterangan dari kelurahan setempat yang menyatakan bahwa suami / istri telah pergi meninggalkan rumah sejak bulan …….. tahun …….. sampai sekarang dan tidak diketahui alamatnya yang jelas
  6. Membayar panjar biaya perkara sebesar  Rp
  7. Satu (1) lembar foto copy akta nikah / duplikat kutipan akta nikah yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  8. Foto copy KTP Pemohon 1 lembar (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  9. Foto copy KTP Istri 1 Pemohon 1 lembar (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  10. Foto copy KTP calon istri 1 lembar (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  11. Foto copy akta cerai apabila calon istri berstatus janda cerai 1 lembar (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  12. Surat keterangan dari Kelurahan yang menerangkan status calon istri kedua (Misalkan janda mati, janda cerai atau masih perawan)
  13. Foto copy akta kelahiran calon istri 1 lembar (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  14. Membuat data / daftar harta gono gini / harta bersama yang diperoleh dengan istri 1 (Misalkan : Mobil dengan STNK No : …. , Tanah beserta bangunan rumah dengan sertifikat No : …. , Motor dengan STNK No : …. Dll)
  15. Mengisi blanko – blanko yang telah disediakan oelh Pengadilan Agama Kota Madiun (Keterangan penghasilan, surat pernyataan, pernyataan berlaku adil)
  16. Membayar biaya panjar perkara

SYARAT PERMOHONAN PERWALIAN

  1. Foto copy KTP 1 lembar folio 1 muka (atas bawah tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  2. Foto copy akta nikah / akta cerai apabila sudah bercerai yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  3. Foto copy 1 lembar akte kelahiran anak – anak yang belum dewasa yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  4. Foto copy sertifikat tanah / surat lain yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar (apabila untuk menjual / membeli)
  5. Membayar biaya panjar perkara

Penetapan Ahli Waris

SYARAT PENETAPAN WARIS

  1. Foto copy KTP Pemohon dan semua ahli waris 1 sebanyak 1 lembar folio (tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  2. Foto copy akta nikah pewaris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  3. Foto copy Kartu Keluarga Pewaris 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  4. Foto copy akta kelahiran semua anak dari pewaris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  5. Foto copy surat kematian (Suami / Istri) sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  6. Foto copy surat kematian orang tua pewaris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  7. Surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa ahli waris (misalnya : suami, istri, anak) dari almarhum …………. guna mengurus Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama Kota Madiun
  8. Foto copy surat keterangan ahli waris sebanyak 1 lembar yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar

Permohonan Wali Adhol

SYARAT PERMOHONAN WALI ADHOL

  1. Surat penolakan dari KUA
  2. Surat keterangan adanya halangan / kurang persyaratan dari KUA
  3. Foto copy KTP Pemohon (calon suami dan istri) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  4. Foto copy kartu keluarga Pemohon yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  5. Foto copy buku nikah orang tua Pemohonan yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  6. Foto copy akte cerai (bila orang tua telah bercerai) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  7. Foto copy akta kelahiran yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar (Asli harus ada)
  8. Membayar panjar biaya perkara

Pengajuan Pengangkatan Anak

SYARAT PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK

  1. Foto copy surat nikah Pemohon (suami + istri) dan orang tua anak yang mau diangkat yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  2. Foto copy KTP Pemohon dan orang tua anak yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  3. Foto copy Kartu Keluarga (KK) Pemohon dan orang tua anak yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  4. Foto copy akta kelahiran anak yang mau diangkat atau surat keterangan kelahiran dari Bidan, yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) dan distempel Kantor Pos Besar
  5. Surat keterangan kelakuan baik dari Kepolisian
  6. Surat keterangan kesehatan dari Dokter
  7. Surat keterangan penghasilan disahkan oleh Kelurahan
  8. Surat rekomendasi dari Dinas Sosial
  9. Membayar panajar biaya perkara

Permohonan Isbat Nikah

SYARAT PERMOHONAN ISBAT NIKAH

  1. Foto copy KTP Pemohon yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  2. Foto copy KTP semua anak – anak Pemohon yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  3. Foto copy surat keterangan dari KUA tempat menikah yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  4. Foto copy KTP suami dan istri yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  5. Foto copy KK (Kartu Keluarga) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  6. Foto copy surat kematian (jika salah satu sudah meninggal)yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  7. Membayar panjar biaya perkara

Pengajuan Gono Gini

SYARAT PENGAJUAN GONO – GINI

  1. Foto copy akta cerai 1 muka (tidak boleh dipotong) yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  2. Foto copy KTP yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  3. Foto copy semua tanda bukti harta yang dimiliki bersama yang dimateraikan Rp 6.000,- (NAZEGELEN) di Kantor Pos Besar
  4. Membayar panjar biaya perkara

Prosedur Pengajuan Banding

Prosedur Perkara Banding:

  1. Pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Agama.
  2. Permohonan banding didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama yang memutus perkara.
  3. Pemohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan putusan, atau setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan diluar hadir pihak.
  4. Pemohon banding membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989).
  5. Permohonan banding tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja harus telah diberitahukan kepada pihak lawan.
  6. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947).
  7. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memeriksa berkas perkara (insage) di kantor Pengadilan(Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947).
  8. Selanjutnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding, Pengadilan Agama mengirimkan berkas perkara banding kepada Pengadilan Tinggi Agama oleh.
  9. Apabila perkara banding tersebut telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama, maka salinan putusan banding tersebut dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama ke Pengadilan Agama yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak.
  10. Pengadilan Agama menyampaikan salinan putusan kepada para pihak.
  11. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka :
  • Untuk perkara cerai talak :
    • Ketua Majelis membuat Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak, dan memerintahkan kepada Jurusita untuk memanggil Pemohon dan Termohon guna pengucapan iktar talak.
    • Setelah pengucapan ikrar talak, maka Panitera menerbitkan dan memberikan akta cerai kepada para pihak sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
    • Untuk perkara cerai gugat :
      • Panitera menerbitkan dan memberikan akta cerai kepada para pihak sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Prosedur Penyelesaian Perkara Banding

Proses Penyelesaian Perkara Banding:

  1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register oleh Pengadilan Tinggi Agama.
  2. Ketua Pengadilan Tinggi Agama membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas.
  3. Panitera Pengadilan Tinggi Agama menetapkan Panitera Pengganti yang akan membantu Majelis.
  4. Panitera Pengganti menyerahkan berkas kepada Ketua Majelis.
  5. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
  6. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.

Prosedur Kasasi

Prosedur Perkara Kasasi:

  1. Permohonan kasasi didaftarkan kepada Petugas Meja I Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.
  2. Permohonan kasasi diajukan secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama /Mahkamah Syari’ah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan pengadilan tinggi agama/Mahkamah Syari’ah provinsi diberitahukan kepada Pemohon (Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009).
  3. Membayar biaya perkara kasasi (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009).
  4. Panitera/Jurusia Pengadilan Agama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar.
  5. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan kasasi didaftar (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009).
  6. Panitera/Jurusita Pengadilan Agama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009).
  7. Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban (kontra memori kasasi) terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009).
  8. Panitera pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Agama) mengirimkan berkas kasasi (Bundel A dan Bundel B) kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 60 (enam puluh) hari sejak sejak permohonan kasasi diajukan (Buku II Edisi Revisi Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama).
  9. Setelah perjara kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka Panitera Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak.
  10. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak, maka panitera :
  • Untuk perkara cerai talak :
  1. Ketua Majelis membuat Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak, dan memerintahkan kepada Jurusita untuk memanggil Pemohon dan Termohon guna pengucapan iktar talak.
  2. Setelah pengucapan ikrar talak, maka Panitera menerbitkan dan memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari
  • Untuk perkara cerai gugat, Panitera menerbitkan dan memberikan akta cerai kepada para pihak sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Prosedur PK (Peninjauan Kembali)

  1. Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
  2. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan dibawah sumpah dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009)
  3. Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009, Pasal 89 dan 90 UU No. 7 Tahun 1989).
  4. Panitera/Jurusita pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari.
  5. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK
  6. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK (Bundel A dan Bundel B) ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterima jawaban terhadap memori PK tersebut.
  7. Apabila perkara telah diputus, Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.
  8. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
  9. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak, maka panitera :
    • Untuk perkara cerai talak :
      • Ketua Majelis membuat Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak, dan memerintahkan kepada Jurusita untuk memanggil Pemohon dan Termohon guna pengucapan iktar talak.
      • Setelah pengucapan ikrar talak, maka Panitera menerbitkan dan memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari
    • Untuk perkara cerai gugat
      • Panitera menerbitkan dan memberikan akta cerai kepada para pihak sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Prosedur Legalisasi Akta Cerai

Pertama:

Pihak yang berpekara datang sendiri atau diwakili oleh kuasanya dengan menunjukan surat kuasa yang ditandatangi oleh Pihak yang berpekara.

Kedua:

Pemohon menunjukan dan menyerahkan Akta cerai yang asli beserta foto kopi yang akan dilegalisasi secukupnya kepada petugas meja III, dan jika ternyata Akta cerai tersebut hilang maka harus melampirkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.

Ketiga:

Petugas Meja III meneliti dan mengecek keabsahan blangko Akta cerai, nomor seri, kode, tahun pembuatan dan substansi dari akta cerai tersebut, dan jika setelah diperiksa ternyata benar dan sesuai dengan aslinya maka petugas Meja III meneruskan kepada Panitera untuk melegalisasi.

Keempat:

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 53 tahun 2008 tertanggal 23 Juli 2008, setiap legalisasi akta cerai tersebut dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) per satu legalisir untuk disetor ke kas negara (PNBP).

20.18 Diposting oleh Haidar & Partners Law Firm 0

Sabtu, 22 Agustus 2020

SURAT KUASA

 

CARA MEMBUAT SURAT KUASA






Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluanBukan hanya yang sedang bermasalah dengan hukum, tetapi surat kuasa sudah merambah diberbagai bidang. Ada yang dibuat diatas kertas saja bahkan ada yang dibuat dihadapan Notaris. Semuanya sama tujuannya, Surat Kuasa adalah sebagai bukti seseorang penerima kuasa untuk berbuat sesuatu sebagaimana yang dikuasakan mewakili pemberi kuasa.
Tidak ada bentuk yang baku dalam surat kuasa. Tetapi setidak-tidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan surat kuasa sehingga surat kuasa tersebut dapat diterima dan merupakan landasan yang kuat. Surat kuasa yang tidak sah akan berakibat tindakan yang dilakukan penerima kuasa menjadi tidak sah.
Berikut ini akan dibahas beberapa hal tentang surat kuasa, semoga tulisan ini dapat membantu untuk memahami tentang surat kuasa;
A.   Pengertian Surat Kuasa
              Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai “Surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu
              Surat kuasa berakitan dengan hubungan antara subyek hukum, dengan demikian tentunya akan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan. Dan dalam KUHP perdata yang berkaitan dengan surat kuasa adalah kententuan di Bab keenam belas Buku III KUHPerdata. Dalam Pasal 1792 KUH Perdata disebutkan sebagai berikut :
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Dari ketentuan diatas dapat ditarik ada dua pihak yang ada dalam surat kuasa, yaitu Pemberi Kuasa  dan Penerima Kuasa.  Bentuk dari pemberian kuasa adalah kesepakatan dari pemberi kuasa dan penerima kuasa, sehingga tidak dapat mengesampingkan ketentuan perjanjian sebagaiman adalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Pemberian kuasa inilah yang dituangkan dalam surat atau tertulis inilah yang sering orang kenal dengan Surat Kuasa;
B.   Macam-Macam Surat Kuasa
              Ditinjau dari aturan hukum, surat kuasa itu dibagi ke dalam empat jenis sebagai berikut.
1. Surat Kuasa Umum
Hal ini diatur dalam pasal 1795 KUHPerdata, Yang dimaksud surat kuasa umum adalah surat yang berisi pemberian kuasa kepada seseorang untuk melakukan pengurusan kepentingan dari pemberi kuasa. Artinya, pada surat kuasa umum ini punya titik berat hanya pada tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa. Kuasa umum ini meliputi tindakan Pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa, Pemberian kuasa mengenai pengurusan untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa,
Kuasa Umum tidak dapat digunakan untuk beracara dipengadilan.
2. Surat Kuasa Khusus
Diatur dalam pasal 1795 KUHPerdata yang menjelaskan Pemberian Kuasa dapay dilakukan secara khusus untuk kepentingan tertentu.
Pada surat kuasa khusus, pemberian kuasa dapat dilakukan mengenai suatu kepentingan atau lebih. Ciri dari surat kuasa khusus ini adalah:
  • surat dapat dijadikan landasan ketika bertindak di pengadilan sebagai wakil dari pemberi kuasa. Tetapi untuk diterima di pengadilan Surat Khusus yang dibuat tidak melanggar kententuan dalam hukum acara;
  • dalam surat kuasa ini disebutkan secera rinci apa saja tindakan yang harus dilakukan penerima kuasa
3. Surat Kuasa Istimewa
Pada jenis Surat Kuasa Istimewa bersifat Limitatif, artinya surat kuasa mengatur mengenai pemberian kuasa untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang sifatnya sangat penting yang hanya bisa dilakukan oleh penerima kuasaSurat Kuasa Istimewa dibentuk dengan akta Otentik yaitu dibuah didadapan Notaris;
Contoh dari surat kuasa istimewa ini seperti:
  • surat kuasa istimewa untuk membuat perdamaian
  • surat kuasa istimewa untuk mengucapkan sumpah
  • Surat Kuasa Untuk memindahtangankan benda-benda milik pemberi kuasa atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan diatas benda);
4. Surat Kuasa Perantara
Dalam sifat surat ini ini, pemberi kuasa memberi kuasa pada penerima kuasa dalam kewenangan sebagai perantara/agen/perwakilan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang terkait dengan pihak ketiga. Silahkan dilihat dalam ketentuan dalam pasal 1792 KUHPerdata dan pasal 62 KUHDagang;
5. Kuasa Menurut Hukum
Biasa dikenal dengan istilah legal mandatory/wettelijke vertegenwoording atau legal representative.  Undang-undang telah menentapkan seseorang atau sutau badan hukum untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak memakili orang atau badan tersebut tanpa surat kuasa.misalnya Wali terhadap anak dibawah perwalian (Pasal 51 UU No.1 /1974), Kurator atas orang yang tidak waras,  Orang tua terhadap anak yang belum dewasa (Pasal 45(2) UU No.1 /1974), Balai Harta Peninggalan sebagai kurator kepailitan. (Pasal 15 ayat (2) huruf b UU No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan pembayaran Utang), Direksi atau pengurus badan hukum, Direksi perusahaan perseroan /BUMN /Perusahaan Daerah, Pimpinan perwakilan perusahaan asing, Pimpinan cabang perusahaan domestik).
C.   Hak Dan Kewajiban Para Pihak (Pemberi dan Penerima Kuasa)

Menurut Rengga Yudha Santoso, 2011. KUHPerdata tidak memerinci hak-hak pemberi kuasa dan penerima kuasa, hanya mengenai kewajiban-kewajiban penerima kuasa dan pemberi kuasa (Pasal 1800-1803, Pasal 1805 dan Pasal 1807-1811 KUHPerdata). Namun demikian, dari ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban-kewajiban tersebut, mengandung pemahaman sebaliknya mengenai hak-hak pemberi kuasa dan penerima kuasa.
C.1.Hak penerima kuasa:
1.    Penerima kuasa berhak untuk memperhitungkan /memperoleh upah meskipun hakekat pemberian kuasa terjadi secara cuma-Cuma /gratis (Pasal 1794 KUHPerdata). Jika diperjanjikan, besarnya upah sesuai dengan yang disebutkan dalam perjanjian antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Sebaliknya, jika tidak diperjanjikan, maka berlaku Pasal 411 KUHPerdata, yang berbunyi “Semua wali, kecuali bapak atau ibu dan kawan wali, diperbolehkan memperhitungkan sebagai upah tiga perseratus dari segala pendapatan, dan dua perseratus dari segala pengeluaran dan satu setengah perseratus dari jumlah-jumlah uang modal yang mereka terima, kecuali mereka lebih suka menerim upah yang kiranya disajikan bagi mereka dengan surat wasiat, atau dengan akta otentik tersebut dalam Pasal 355; dalam hal demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih”.
2.    Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada ditangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa (Pasal 1812 KUHPerdata). Hak ini disebut dengan hak retensi.
c.2. Kewajiban Penerima Kuasa
Adapun kewajiban-kewajiban penerima kuasa dan pemberi kuasa berdasarkan Pasal 1800-1803, Pasal 1805 dan Pasal 1807-1811 KUHPerdata, sebagai berikut:
1.    Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa serta wajib menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dunia dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikannya.
2.    Bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
3.    Memberi laporan kepada penerima kuasa tentang apa yang telah dilakukan serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar kepada penerima kuasa.
4.    Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya dan bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu.
5.    Membayar bunga atas uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya sendiri, terhitung dari saat ia mulai memakai uang itu, begitu pula bunga atas uang yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, terhitung dari saat ia dinyatakan lalai melakukan kuasa.

c.3. Kewajiban Pemberi Kuasa
1.    Memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah diberikannya kepada penerima kuasa. Jika sebaliknya (kecuali disetujuinya), maka pemenuhan beserta segala sebab dan akibat dari perikatan-perikatan tersebut menjadi tanggung jawab penerima kuasa sepenuhnya.
2.    Mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula membayar upahnya bila tentang hal ini telah diadakan perjanjian, sekali pun penerima kuasa tidak berhasil dalam urusannya, kecuali jika penerima kuasa melakukan suatu kelalaian.
3.    Memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian-kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu penerima kuasa tidak bertindak kurang hati-hati.
4.    Membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot itu.
5.    Bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung renteng/tanggung menanggung) mengenai segala akibat dari pemberian kuasa terhadap penerima kuasa yang diangkat oleh beberapa orang pemberi kuasa untuk menyelenggarakan suatu urusan yang harus mereka selesaikan secara bersama.

d. Berakhirnya Surat Kuasa
Menurut Rengga Yudha Santoso, 2011) Berdasarkan Pasal 1813 KUHPerdata, pemberian kuasa berakhir:
1. Dengan Penarikan Kembali Kuasa Penerima Kuasa.
Pemberi kuasa bukan hanya dapat menarik kembali kuasanya bila dikehendakinya, tapi dapat pula memaksa pengembalian kuasa tersebut jika ada alasan untuk itu. Terhadap pihak ketiga yang telah mengadakan persetujuan dengan pihak penerima kuasa, penarikan kuasa tidak dapat diajukan kepadanya jika penarikan kuasa tersebut hanya diberitahukan kepada penerima kuasa. Pengangkatan penerima kuasa baru untuk menjalankan urusan yang sama menyebabkan penarikan kembali kuasa atas penerima kuasa sebelumnya terhitung sejak hari (tanggal) diberitahukannya pengangkatan penerima kuasa baru tersebut.

2. Dengan Pemberitahuan Penghentian Kuasanya Oleh Penerima Kuasa.
Pemegang kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan memberitahukan penghentian kuasanya kepada pemberi kuasa dan pemberitahuan tersebut tidak mengesampingkan kerugian bagi pemberi kuasa kecuali bila pemegang kuasa tidak mampu meneruskan kuasanya tersebut tanpa mendatangkan kerugian yang berarti.

3. Dengan Meninggalnya, Pengampuan Atau Pailitnya, Baik Pemberi Kuasa Maupun Penerima Kuasa.
Setiap perbuatan yang dilakukan pemegang kuasa karena ketidaktahuannya tentang meninggalnya pemberi kuasa adalah sah dan segala perikatan yang dilakukannya dengan pihak ketiga yang beritikad baik, harus dipenuhi terhadapnya.

4. Dengan Kawinnya Perempuan Yang Memberikan Atau Menerima Kuasa (sudah tidak berlaku lagi).
Selain karena alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata, berakhirnya pemberikan kuasa dapat pula terjadi karena telah dilaksanakannya kuasa tersebut dan karena berakhirnya masa berlaku atau jangka waktunya.

e. KUASA MUTLAK.
              Dalam Pemberian Kuasa karena pemberian kuasa memiliki unsur sebagai suatu perjanjian, maka pemberian kuasa seperti halnya perjanjian menganut sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 BW), berarti pemberi maupun penerima kuasa berhak memperjanjikan apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum;
              Kuasa Mutlak yang diberikan oleh pemberi kuasa tidak dapat dicabut kembali, dan meninggalnya pemberi kuasa tidak mengakhiri perjanjian pemberi kuasa. Diperbolehkannya membuat persetujuan Kuasa mutlak bertitik tolak dari prinsip kebebasan berkontrak ( Pasal 1338, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1337 BW).
              Pemberian kuasa mutlak ini hadir dilatarbelakangi banyaknya pemberian kuasa yang dilakukan dalam rangka suatu perjanjian sehingga tanpa adanya kuasa tersebut kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan.
              Pasal 1814 BW menyatakan bahwa : Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya, yang berarti kuasa tetap dapat ditarik apabila ada alasan misalnya bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Namun jika tidak, maka kuasa mutlak tetap diakui keberadaannya.
              Namun Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak atas Tanah yang sekarang telah dimuat dalam Pasal 39 huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, melarang adanya kuasa mutlak, karena kuasa mutlak pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah.
Jadi pemberian kuasa mutlak ini dibenarkan dengan syarat :
1.    Pemberian kuasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perjanjian yang mempunyai alas hukum yang sah; dan
2.    Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa.
F. Surat Kuasa DiPengadilan
              Pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg dan SEMA No.01/1971, mengatur berbagai hal yang terkait dengan Surat Kuasa Khusus tersebut yaitu sebagai berikut :
a.    Surat kuasa khusus dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara otentik.
b.    Surat kuasa khusus harus menyebutkan identitas pemberi dan penerima kuasa.
c.    Harus menyebutkan nomer perkara, bila sudah ada.
d.    Pengadilan mana dan dimana.
e.    Perihal apa dan untuk apa surat kuasa diberikan.
f.     Bila ada rekonvensi dalam surat kuasa harus sudah menyebut dengan tegas.
g.    Harus menyebut subyek dan obyek.
h.    Harus bermaterai secukupnya.
Cara Pembuatan Surat Kuasa
Sudah dijelaskan diatas, tidak ada yang baku bagaimana membuat surat kuasa, namun berikut ini penulis berusaha membuat sedikit panduan berkaitan dengan cara membuat surat kuasa; pada pokoknya surat kuasa terdiri dari :
a)   Identitas Para Pihak meliputi pemberi kuasa penerima kuasa;
Contoh dalam merumuskan sebagai berikut
Surat Kuasa
Nomor : 456/SK/VI/2016
Yang bertanda tangan di bawah ini :
            Nama                         : .....................
           Umur                           : ......................
            Jenis Kelamin           : ............................     
           Pekerjaan                   : ...................
           Alamat                       : ......................
 Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa
Dalam hal ini memberikan kuasa kepada
            Nama                         : .....................
           Umur                           : ......................
            Jenis Kelamin           : ............................     
           Pekerjaan                   : ...................
           Alamat                       : ......................
 Dan untuk  selanjutnya disebut sebagai Penerima Kuasa
b)   Hal yang dikuasakan, disebutkan secara khusus dan rinci, tidak boleh mempunyai arti ganda/lain;
Contoh redaksi surat kuasa untuk menggugat
                                                Khusus
              Bertindak untuk dan atas nama serta guna kepentingan Pemberi Kuasa  untuk membuat dan mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum penguasaan sebidang Tanah dengan luas..... yang berada di...... (lokasi tanah disebutkan).
Pengadilan Negeri Ungaran  melawan..... (pihak Lawan disebutkan).
c)   Hak dan kewenangan dari si penerima kuasa
Contoh redaksi jak penerima kuasa kuasa untuk menggugat
Untuk itu Pemegang Kuasa diberi wewenang untuk membela hak-hak serta mengurus kepentingan-kepentingan Pemberi Kuasa dalam arti seluas-luasnya, menghadap kepada semua Instansi Pemerintah / Swasta, Pengadilan, menghadiri disemua tingkat pemeriksaan / panggilan / sidang, meminta dan mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti, memberikan keterangan /  jawaban, sanggahan, perlawanan, mengajukan pengosongan, mengusahakan perdamaian / mediasi, begitu pula membuat segala macam surat-surat dan menandatanganinya, selanjutnya melakukan tindakan-tindakan apapun menurut hukum yang perlu dan berguna bagi kepentingan hukum Pemberi Kuasa.
Surat Kuasa ini diberikan dengan Hak Subtitusi
d)   Waktu pemberian kuasa dan Tanda tangan pemberi dan penerima kuasa
Waktu dan pembuatan surat kuasa dapat dibuat diawal kalimat dan dapat pula di buat diakhir dalam pembuatan surat kuasa.
Dan surat kuasa ditutup dengan ditanda tangani oleh para pihak dan ditempel meterai sebelumnya;
 Demikian sedikit ulasan berkaitan surat kuasa. Semoga ada manfaat;
17.23 Diposting oleh Haidar & Partners Law Firm 0